Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

the book
Baiklah. Ini bukan hobi baruku, namun sudah beberapa kali aku melakukannya. Menulis resensi atau lebih tepatnya menulis tentang hal-hal menarik tentang buku yang ku baca, tentang pelajaran yang ku ambil, tentang kisah yang berkaitan dengannya, tentang tokohnya, tentang alur ceritanya, tentang apa saja yang berkaitan dengan buku itu. Aku bukan penulis berbakat. Tentu saja. Namun aku menyadari, ternyata lebih mudah menulis daripada berbicara. Apalagi ditambah aku yang suka ciut nyali mendengar komentar negative orang lain. Uh! Mental kerupuk… ^^

Selamat pagi.
Yang pasti aku menulis ini tidak saat pagi. Tapi buku yang kubaca kali ini memuat kalimat yang sama pada bab pertamanya. Selamat pagi. Untuk janji yang indah hari ini, untuk malam yang terlewati sebelumnya, untuk kisah dan harapan yang menggelayut diujung dedaunan.

Tentang pagi bagiku.
Kadang kala aku tak sempat mengucapkan selamat pagi. Sibuk dengan pikiranku yang melanglang buana. Menghembuskan nafas panjang membayang deretan deadline yang menanti di meja kerja. Yah! Hidupku yang monoton membuatku membenci satu kalimat itu! Deadline. Kadang menyempatkan diri memandang hamparan laut luas. Menatapnya. Mencipratkan sedikit ketenangan sebelum di ganggu omelan para ibu-ibu kantor (kadang aku juga turut nimbrung) gara-gara ulah pengemudi speedboat yang menaikkan penumpang melebihi kapasitas. Bapak-bapak, seandaimya aku bisa berenang, mungkin aku tak akan ikut mengomel. Aneh bukan? Tempat kerjaku yang berseberang teluk namun gaya berenang yang paling ku kuasai hanyalah gaya batu. Nyemplung dan tenggelam. Haha :D. ingat pelajaran moral pertama buku Laskar Pelangi bukan?

Sekali lagi Bang Tere membuatku menyeka bening air yang menetes. Mewek lagi deh.
Menatap lama pada kalimat yang kubaca, lalu kubaca ulang lagi, mencoba meraba makna yang tertulis didalamnya. Berharap sesuatu dapat kupelajari dari ungkapan kalimat empat kuntum bunga itu. Orang dewasa kadang belajar lebih banyak pada anak kecil bukan??
Dengarlah sepenggal kalimat Sakura: “Uncle, Sakura tadi melihat ayah membawa sekuntum mawar biru..”
Dan mataku basah seketika, tak lagi dapat ku tahan. Rabbi, aku bisa merasakan kepergian itu. Bahkan turut memahaminya bersama mereka. Sekali lagi pemahaman yang sederhana. Tentang janji kehidupan yang lebih baik, tentang waktu yang akan berbaik hati denganmu jika kamu pun bisa berbaik hati dengannya, tentang memaknai hidup dan kehidupan dengan cara yang indah.
“Jasmine.. Jasmine tidak akan membenci Om! Demi Paman Tegar yang mengajarkan Jasmine menyulam, merajut, Jasmine.. Jasmine tidak akan pernah membenci Om. Demi Paman Tegar yang berbuat baik pada Jasmine. Karena Jasmine percaya apa yang Paman Tegar bilang. Sungguh percaya. Ayah… Kata Paman Tegar tadi pagi, ayah tersenyum senang di surga kalau Jasmine memaafkan Om.”
Ya. Hanya indah. Om, Uncle, Paman mereka yang terhebat, tercinta dan tersayang-lah yang mengajarkan. Menerima, berdamai dengan masa lalu. Bukan melupakan, terlalu sulit untuk menghapus memori itu. Tapi memaafkan.

Gadis kecil itu berumur dua belas tahun. Dua belas tahun! Tapi gadis kecil itu melakukan hal yang sungguh mengesankan pagi itu. Ia mengambil alih urusan.. ia tidak banyak berkata. Gadis kecil itu hanya melangkah pelan, memegang bahu Sakura. Menatap lamat-lamat wajah adiknya, lantas berbisik, “Sakura harus tinggal!”. Wajah yang amat memesona.
Anggrek. Sulung dari empat kuntum. Memahami tanggung jawab dengan cara sederhana pula hari itu.

papá and my oldest brother
in his first b'day
Aku lebih muda setahun dari Anggrek ketika mengalami kepergian itu. Kepergian, bukan kehilangan. Dan aku hanya punya sebuah foto berumur 30 tahun. Hanya itu. Namun begitu indah dapat melihatnya sekali-kali, mengenangnya dalam gigabyte tak terhingga, melintaskan bayangan kisah hanya dalam hitungan beberapa detik. Pelukan, gendongan, nasehatnya. Perih. Aku yang mencoba mengerti arti kepergian hari itu hanya mampu duduk menangis di salah satu sudut buffet beberapa meter dari tubuh kakunya. Menenggelamkanku dalam tangis dan sebuah pertanyaan. Bagaimana kehidupanku 5-10 tahun lagi? Tanpamu?
Dan hampir 10 tahun sudah semua detik berlalu tanpamu. bagaimana rasanya? Hm..m.. kadang rindu, seperti momen-momen indah yang kupikir, seharusnya, atau seandainya kamu ada disitu. Lihatlah mata air kecil keluarga kita Pa, keras kepala, egois, namun begitu lucu dan penyayang. Ciuman pipi kiri-pipi kanan dan pelukan erat yang selalu ku rindukan. “peyuk…”. Belakangan malah teriakan sahurnya yang lebih mirip kata SAYUR daripada kata SAHUR. “CAYOOOOL… CAYOOL!! CAYOOOOL… CAYOL!!” berteriak lantang sambil memukul-mukul botol. Juga Si Bungsu Ade, yang pendiam namun punya banyak “kejutan”. :) meriah sekali seisi rumah saat mereka ada, tanpamu Pa.
“Tetapi manatap wajah Anggrek, Om jadi tahu bahwa disini selalu ada janji kebahagiaan. Menatap wajah Sakura, Uncle jadi tahu disini ada semangat hidup. Menata wajah Jasmine, wajah Jasmine. Paman jadi tahu, kalau Paman akan selalu bersama kalian…”
ALLAH selalu menjanjikan yang lebih baik ketika DIA mengambil sesuatu Pa. Aku percaya janji itu. Selalu.
“Lili tak ingin memanggil Paman dengan sebutan Paman seperti Kak Jasmine… Lili tidak ingin memanggil Uncle seperti Kak Sakura… Lili tidak ingin memanggil Om seperti Kak Anggrek… Lili ingin memanggil Paman dengan… Lili ingin memanggil Paman dengan sebutan Pa-pa! Papa Tegar”
Gadis kecil itulah yang mengajarkan arti kata kesempatan, dan keputusan.
Sepeti kata musuh besarku: Esok tak akan lagi sama.
Mungkin akan ada de javu, tapi memang tak akan sama bukan? Mungkin benar kau akan menyesal dengan keputusan yang TELAH kau ambil, tapi kau akan dua kali lipat lebih menyesal dengan keputusan yang TIDAK kau ambil.

Bumi tetap berputar seperti titah pencipta-Nya. Hujan. Pagi. Senja.
Jingga yang sama, yang akan menyapamu, walau hari ini begitu kesal dan melelahkan, hari yang membosankan, hari yang sibuk, namun jingganya tetaplah sama. Empat puluh tujuh detik yang selalu indah. Membuat hari terasa menyenangkan lagi, melepas segala lelah pada-Nya, menitipkan kisah hari itu pada-Nya, berharap besok akan lebih baik. Walau sejengkal (saja).
“Terima kasih telah mencintaiku begitu besar, Tegar. Mencintaiku begitu indah…”
Terima kasih untuk semua cinta yang indah itu Rabbi..

Kupu-kupu beterbangan
Melintas di bebungaan
Semerbak wangi melambai
Menjanjikan kebahagiaan

Kabut memenuhi langit-langit
Putih indah memesona
Embun merekah kemilau
Menjanjikan kebahagiaan

Cahaya matahari pagi
Melintas di sela dedaunan
Berlarik-larik mengambang
Menjanjikan kebahagiaan


Ada yang tahu lagu itu??

15.08.2011, 00:00
Tepat tengah malam. Pagi, mawar biru, laut, kunang-kunang, putri nelayan, hujan, senja.
Ditemani it’s a long-long journey. Maaf jika post-an kali ini lebih panjang dari yang biasanya. :p

Comments

  1. artikel ini menududukin tempat tinggi ketika di ketik keyword "senja bersama rosie..

    ReplyDelete
  2. thanks for reading :)
    salam kenal

    ReplyDelete
  3. Senja Bersama Rosie apakah Sunset Bersama Rosie?

    ReplyDelete
  4. Terbitan pertama Bukunya Senja Bersama Rosie mb. Bang Tere masih pake nama aslinya. Darwis Darwis. Setelah itu baru berganti dengan Terliye dan bukunya jadi Suset Bersama Rosie. :)
    Maaf baru kebaca komennya ^^

    ReplyDelete
  5. Aku pnsaran sma lagu itu..judulnya apa ya..wkwkwk 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama. penasaran juga. :D
      tapi smpe sekrang tetp gak tau itu lagu siapa. haha

      terima kasih sudh mampir ;)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri