He is Fathir Arrayan Ismail

Long time no write. Hectic day? In every day? Yah.. anggap saja begitu. Kali ini benar-benar sibuk (tak lagi menyibukkan diri).

Good news? I have a new nephew.
Fathir Arrayan Ismail.

More?
Aku tak begitu perduli lagi tentang si pangeran kuda putih yang tampaknya memang nyasar ke dunia antah berantah. I’m still me. Yang sangat amat percaya kalo jodoh tak akan kemana. Yang begitu menikmati cuti 2 minggu dengan memuaskan keinginan hati untuk tidur sepuasnya.

Dan untuk menjawab perbedaan si sulung, si bungsu, dan si tengah. Here the story tentang si tengah.

Born. The only girl. Hingga 7 tahun kemudian si bungsu lahir dan menggantikan posisiku hingga saat ini.
SD. I love math and book. Sejak kelas 2 SD. And start my dream to be a math teacher.
SMP. Sebelum puber, papa pergi. Dan aku memasuki petualangan puber dengan pengawalan ketat 3 orang kakak yang sangat kebetulan sekali berjenis pria plus Mama super galak yang semua itu ditambah dengan aturan super protective ala mereka. Tentu saja, aku berhasil melanggar semua aturan yang diberlakukan tanpa sepengetahuan mereka: loncat jendela, bolos sekolah, dan satu lagi yang merupakan nasehat terakhir papa: JANGAN PACARAN NONA!! :D I love them :*
SMA. Aku beralih menjadi pecinta sastra. Entah mengapa. Dan akhirnya, di terima di Universitas paling terkenal di seantero Kota Ambon. Bukan di Sastra, Tapi di Matematika. Back to my world :D
Kuliah. 2 tahun dan memasuki semester 5. I’m resign. Tanpa pamit.
At least, here I am. Menjadi bagian dari salah satu BUMN dengan gaji diatas rata-rata. Ever imagine it?

I’m grateful. Tapi seperti yang kalian bilang tak ada bedanya antara si bungsu dan si sulung, juga si tengah.
Semuanya berjalan baik-baik saja? Tidak seperti itu tampaknya.
Kakakku menolak menerima beasiswa karena tak ingin meninggalkan kami. Aku? Pertama kalinya menerima surat panggilan karena terlambat bayar uang sekolah selama 3 bulan, dan esoknya, tebak! Aku menolak pergi sekolah bila uang sekolahku tak di bayar hari itu juga. 150rb dan uang dikantong mama “bersisa” 100rb. Aku tetap menolak.
Lalu setelah berada di tempat ini semuanya tetap baik. Masih tidak. Aku melanjutkan kuliah sambil bekerja dan memastikan si bungsu tak mengalami yang aku alami. My older brothers? They’re married and have their own life. The worst thing, aku melupakan mimpi untuk menjadi guru. Menguburnya. Mengorbankannya. Tapi aku masih pemimpi yang tak ingin melupakan mimpinya. Maybe one day. Someday. Ketika semua hal berjalan jauh lebih baik dan dalam kendali yang lebih baik. Ketika mimpi mama dan si bungsu dapat aku penuhi. Ketika orang lain tak lagi memandang kami sebelah mata dan meremehkan kami. Ketika aku tak lagi menangis untuk semua lelah ini.
Hampir 11 tahun dan aku hanya ingin mereka bahagia, yang artinya aku berhenti egois. Aku pemimpi tapi bukan pemberani. Maybe one day. Someday. I’ll be.

Si Tengah ^^

Hey imbecile.
Sahabat seperjuangan yang tak pernah lelah mendengarkan keluh kesahku.
Bungsu, sulung, tengah. Kita dipertemukan dengan cara yang luar biasa.
Cheers full untuk esok, lusa, dan semua mimpi kita ;)

Comments

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri