Poligami

Ho..ho..
Pokok bahasan yang satu ini sensitifnya luar biasa. *ngajak berantem*
Waktu dibahas di kelas kemarin juga hasilnya begitu. Mau yang sudah nikah, mau yang belum nikah, hebohnya ngalahin suara orang sekampung. Sementara kaum Adam di kelas cuma bisa diem-diem ngangguk. Haha :D
Yang berani menimpali cuma Pak Dosen, Om Ical, Om Is, Pokoknya yang sudah diakui ke'senior'an-nya di kelas. Selebihnya, kalem aja ya.. daripada kena semprot juga.. ;)

Bismillah..

QS An-Nisaa,4: 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. 
(QS An-Nisaa,4 :3)

Ilmu saya belum sampai sini, tapi tak ada salahnya bila kita lihat sisi poligami dari seseorang macam saya yang notabene adalah perempuan *ya iyalah, belum menikah #ehm, hidup dilingkungan yang cukup awam dengan poligami, last but not least, lagi banyak belajar *mohon dikoreksi kalau yang saya bahas ini gak sesuai sama hukumnya.

Kalau ngomongin poligami gak lepas dari satu kata: ADIL. Kalo gak bisa adil, gak yakin adil, gak mampu adil, jangan coba-coba deh. Adil dalam segala hal. Sayangnya... menemukan sosok yang adil itu hampir tak mungkin (katanya), sampai-sampai adik manis saya yang masih SMA mendebati gurunya dengan bilang kalo gak ada lagi laki-laki yang mampu adil kecuali Baginda Rasul yang kalau harus ditarik garis lurus dengan kesimpulannya bahwa gak ada laki-laki yang boleh poligami, kecuali Baginda Rasul. Hehe, Pak Guru sampai bingung harus jawab apa sama adik saya yang lumayan kritis ini.

Adil itu bagaimana sih?
Sure! Dalam hal ini, segala hal yang menyangkut tentang kebutuhan lahir batin. Kalian jauh lebih tau-lah... *senyum-senyum
Ukurannya? Mari kita bahas! 
Ada sebuah kisah dari Baginda Rasul dan Ibunda Aisyah. Ketika dalam sebuah jamuan makan di rumah Ibunda Aisyah, namun Baginda Rasul menyajikan makanan kepada para sahabat yang dimasak oleh istrinya yang lain (saya lupa nama Ibunda-nya). Apa yang Ibunda Aisyah lakukan? Piringnya dibanting didepan para sahabat. Baginda Rasul kemudian tersenyum dan berkata: "maaf, ibu kalian sedang cemburu". *Mohon dikoreksi kalau ceritanya salah.

Pertama, Ibunda Aisyah cemburu. Namun, apakah cemburunya Ibunda Aisyah menjadikan Baginda Rasul menjadi suri teladan yang tak lagi ADIL? Tentu tidak! Beliau tetaplah sosok yang paling adil di muka bumi.
Kedua, contohlah akhlaknya Baginda Rasul. Junjungan kita *semoga shalawat selalu terlimpah kepada beliau. Marah? Tidak! Beliau tersenyum. Hoho.. tentu jangan dibandingkan dengan kalau kejadian itu terjadi zaman sekarang.
Ketiga, untuk para lelaki. Tentu saja mengidamkan seorang istri seperti Ibunda Aisyah yang wajah-nya kemerah-merahan, cerdas, manja, dan seterusnya.... Tapi apakah akan tahan dengan cemburunya? *jawab sendiri ye...

Nah, kebanyakan perkara bahwa seorang suami tidak adil dalam poligami disejajarkan dengan saya tidak 'mendapatkan' apa yang suami saya berikan ke istrinya yang lain. Atau dalam satu kata: cemburu.

Cemburu. Fitrah. Apalagi untuk perempuan yang peka perasaannya. Seperti saya yang selalu cemburu sama si adik yang telah mengambil hak saya sebagai anak bungsu #dijitakmama
Boleh saja cemburu. Kalau perkara materi masih bisa dikadarkan dengan rupiah. Waktu dikadarkan dengan harian. Dan sebagainya. Tapi kalau perkara lirikan mata, senyuman, kalimat mesra, dan hal lain yang tak mungkin dikadarkan hingga 'kelihatan' adilnya, apakah harus ada kadar-kadar-an juga? Sekali dua kali lirik, sekali dua kali senyum, sekali dua kali bilang i love you. Sampai segitunya-kah? Kami (perempuan) sangat peka! Jangan lupa. Bahkan titik koma bisa kami bedakan dengan sempurna apalagi dengan seseorang yang menjadi bagian dari keseharian hidup. Seasing apapun dia zaman dahulu kala. *kalian jauh lebih tau-lah...

QS An-Nisaa,4 : 129
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 
(QS An-Nisaa,4: 129)

Bisakah seorang suami adil dengan seadil-adilnya?
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.."
Cukup jelas jawabannya.


Masih relevan-kah poligami?
Diskusi kemarin di kampus, sempat melontarkan statement-statement yang akhirnya membuat saya memilih untuk gak turut berdebat kusir dengan teman-teman yang mungkin sedang cukup emosi. Saya mencoba positive thinking saja. Mereka tak bermaksud sejauh itu.
"hapus saja poligami" atau "poligami tidak cocok lagi di zaman sekarang"
Sekali lagi. Kalian mungkin jauh lebih paham. Saya hanya mencoba memahami dari sisi saya sendiri. Hukum poligami adalah sunnah, tapi ia terdapat dalam Kitabullah, Tercantum disana. Lalu jika apa yang terkandung dalamnya tidak dianggap relevan dengan 'kehidupan zaman sekarang' untuk apa keberadaannya kini? Sekedar pajangan penghias rumah-kah? Astaghfirullah...

QS Al-Baqarah,2: 2
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa 
(QS Al-Baqarah,2: 2)

Saya tau, mungkin sebagai besar perempuan gak mau di poligami. Gak ada yang salah juga kan dengan hal itu? Perempuan terlahir dengan kemampuannya untuk mencintai satu lelaki saja #ehm dan berharap kelak bahwa suaminya juga hanya punya satu cinta, ya.. dia seorang saja. Tapi jika kemudian hal semacam ini dijadikan alasan untuk menghapuskan poligami di muka bumi, apa harus sampai segitunya? Bukankah hukum itu kepunyaan Allah. Dan kita, makhluk ciptaan-Nya terlalu 'bodoh' untuk memahami aturan-Nya. Jika tak ditemukan keadilan dalam poligami, seolah yang menjadi 'korban' adalah kaum perempuan saja, bukankah Allah Maha Adil? Tak cukupkah keadilan yang Ia berikan kepada hamba-Nya selama ini? Mari mengoreksi diri *terutama diri saya sendiri

Saya harap pokok bahasan ini jadi gak kemana-mana, walau rada gak teratur juga sistematika penulisannya... *maap

Maaf juga kalau kesannya saya gak membela kaum saya. Wong saya juga perempuan kok Pak, Bu, Om, Tante... Saya hanya ingin menempatkan poligami pada tempatnya saja, tentu sesuai pemahaman saya yang sempit ini.

Tak ada salahnya tidak ingin dipoligami. Ingat film KCB-1 kan? Perempuan berhak untuk mengajukan syarat untuk tidak dipoligami sebelum menikah #winwinsolution
Daripada mencela hukum yang sudah ditetapkan, lebih baik mencari kemanfaatan di dalamnya. Harus diakui, kita terkadang terlalu naif untuk mengerti apa yang menjadi hukum-Nya. Jika tak memahami, tak perlu mencela bukan?

Sebelum anda bosan, mari kita tutup saja dengan satu pertanyaan terakhir?
Maukah saya dipoligami? #nanyaketembok
We'll see. Jika dengan poligami manfaat untuk kebaikan jauh lebih banyak, why not? Itupun kalau suami saya kelak berani minta poligami. Haha :D

Saya percaya kalian jauuuuuh.. lebih paham.
Ingin berpendapat boleh kan? Kalau salah, sepenuhnya dari saya, mohon koreksinya. Please, leave your comment ;). Jika benar, sepenuhnya punya Allah.

Keep on hamasah. Semoga bermanfaat. Wallahu'alam.
Wassalam

Office, 17:10, 18.04.2013

Comments

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri