Romeo versus Juliet
Judul
yang profokatif kan?
Tau
dong ceritanya! Intinya ketika kisah-kisah cinta waktu itu berakhir dengan happily ever after, maka kisah yang satu
ini melegenda karena berhasil meng-endingkan ceritanya dengan: hanya maut yang memisahkan. Romantic,
isn’t it?
Pada
zaman dua sejoli ini mungkin belum ada penyair romantis yang berani bersenandung:
cinta tak harus memiliki. Bagi Romeo,
bersama Juliet adalah harga mati, dan bagi Juliet lebih baik mati daripada
hidup tanpa Romeo. Letak kebahagiaan keduanya adalah bersama selamanya. Terlepas
dari kondisi apapun itu, apakah pilihan menyerah pada kematian jauh lebih baik
daripada menantang kehidupan dengan janji yang lebih baik. Tapi nampaknya opsi
pertama adalah pilihannya. Maka tak akan pernah ada kata bahagia jika tak bersama
satu sama lain. Aih.. adakah kisah macam begitu di kehidupan sekarang?
Lalu,
bahagiakah mereka setelah berhasil ‘menyatukan’ visi cinta pada kematian?
(QS Az-Zukhruf, 43: 67) |
“Teman-teman akrab pada
hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang
yang bertaqwa” (QS Az-Zukhruf, 43: 67)
Saya
hanya tak mengerti tentang pilihan macam begitu. Setiap orang punya masalahnya
masing-masing. Diberikan sesuai kelasnya.
(QS Al-‘Ankabuut,29: 2) |
“Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “kami telah beriman”, sedang
mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-‘Ankabuut,29: 2)
(QS Al-Baqarah,2: 286 |
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS Al-Baqarah,2: 286
Dan
haruskah letak cinta dan bahagia itu berada pada menyerah pada kematian? Dan haruskah
ada Romeo-Juliet (lagi) pada kehidupan selanjutnya?
Pada
akhirnya, bahagia bukan tentang dengan siapa engkau kelak. Tapi bagaimana
engkau dan dia meniti jalan menuju surga.
Bersama. :)
Comments
Post a Comment