Naik-naik ke puncak gunung…
Tinggi-tinggi sekali…
Kiri kanan kulihat saja…
Pohon cemara… a…a…
Kiri kanan kulihat saja…
Pohon cemara… a…a…
Lagu
itu disenandungkan si anak kecil di samping ibunya. Dengan lincah penuh
gerakan. Mungkin seperti yang diajarkan gurunya disekolah. Sayang… gerakannya
masih kikuk terutama di bagian kiri kanan
yang diterjemahkan dengan bahasa tubuh kanan
kiri :D
Si
ibu hanya diam. Bahkan sesekali menutup mata. Mungkin sedang ngantuk dan capek.
Mengurus rumah, suami, dan tentu saja si anak seharian, sementara ia sendiri
seorang PNS. Terlihat dari seragam hijaunya.
Kali
ini si anak merepatkan diri mendekat ke ibunya. Merangkul lengkan si ibu. Dan ibu
jarinya di emut. Haha, lucu sekali melihatnya. Dengan seragam coklatnya ia
masih mengemut ibu jari. Sama seperti Fathir kecilku.
Dalam
perjalanan, bertemu lagi dengan anak kecil lain. Tampaknya seumuran. Tapi bedanya
dia tidak berseragam sekolah dan ditemani ayah ibunya. Selama perjalanan si
ayah antusias mengajak si anak untuk melihat kapal dan perahu nelayan. Hm.. si
anak berseragam juga penasaran. Mencoba mengintip dari balik tempat duduknya. And
guess! Si ibu menarik tangan anaknya. Memintanya duduk. Mungkin khawatir
speedboat yang kami tumpangi tidak seimbang karena pergerakan si anak. Dan sekali
lagi! Si anak menyelesaikannya dengan mengemut ibu jari.
Saya
jadi gemes. Sama si anak. Sama si ibunya juga. Iya sih capek. Saya juga
ngerasain yang namanya pergi sama sunrise pulang sama bulan! :D
Bedanya
saya belum nikah dan punya anak saja! Bayangin deh tuh Nu!
Tapi
haruskan keingintahuan seorang anak di kekang? Selama orang tua pandai mengawasi
dan mengajak diskusi. Si anak insya Allah gak akan bablas.
Suatu
hari.. suatu hari nih… gak tau kapan. Kalau punya anak, gak mau gitu ah!
Pengen
banget jadi bagian dari perkembangannya. Termasuk yang tadi! Ngajak nyanyi
kiri-kanan kanan-kiri..
Namanya
dunia anak-anak. Adaaaa saja yang pengen diketahui, mau tauuuuu saja sama
urusan orang dewasa. Haduh, sebelum mereka jadi dewasa, biarkanlah mereka
menikmati dunianya dengan cara mereka.
Tulus,
ikhlas, penyayang. Tanpa perlu ditambahi dengan kosakata benci, apalagi dendam.
Dalam dunia mereka segalanya serba WOW! Liat kapal besar, pupil matanya akan
melebar. “Besok-besok aku yang akan
membawa kapal itu. Bukan mainan kapal-kapalan yang dibelikan papa kemarin”. Mungkin
begitu pikirnya. Cita-cita mereka tak terbatas.
Berada
di tempat yang penuh meja dan kursi, mereka akan berlari (sambil berteriak)
seenak hati. “Kapan lagi bermain di
tempat seperti ini?”. Dan orangtuanya akan berteriak: “Nak, jangan lari-lari di Restoran”. Anytime, anywhere deh…
Saya
gak ingin membatasi anak saya kelak. Biarlah mereka dan dunia mereka. Menikmati
setiap bingkisan dunia di hadapannya. Tentu saja saya menjadi filternya. Tapi anak-anak
tetaplah anak-anak. Biarlah mereka bebas dengan keingintahuan mereka, dan
sebagai orangtua, seharusnya cerdas untuk menemani dan memberikan jawaban atas
setiap keingintahuan itu. Jangan berikan kalimat: Tidak! Jangan! Tak usah! Tak boleh!
Lupakah?
Ketika mereka belajar berjalan, berapa kali mereka jatuh? Lalu bangkit lagi. Setiap
anak tumbuh dengan rasa percaya diri itu, tumbuh dengan teori pantang menyerah
itu. Haruskah orangtua meruntuhkannya?!
Satu
lagi! Akan ku ajarkan anakku mengenal Tuhannya. Mencintai Allah dan Rasul-Nya. Jangan
macam emaknya ini, yang sudah kepala dua masih saja bandel luarbiasa!
Aih…
Kemana-mana deh ini pokok bahasan :D
Buat
mata air keluarga kami. Salsa, Rahma, Fathir. Cepat besar ya… tak sabar
mengomeli kalian untuk pergi mengaji atau mengajar kalian berhitung matematika…
hehe
Comments
Post a Comment