Mari mengambil sedikit hikmah, terutama untuk diri saya sendiri.

Lembah Badar,  17 Maret 624 Masehi, 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah
Pasca Kemenangan Badar, Rasulullah SAW mengadakan musyawarah dengan para shahabat terkait tawanan perang. 
Singkat cerita, Umar r.a menegaskan pendapatnya: “Bunuh saja semua”
Ah, sosok yang begitu tegas, hingga setanpun menyingkir dari jalan yang ia lalui. 
Sementara Abu Bakar r.a dengan kelembutan hatinya memberikan pandangan lain: “Mereka kan masih kerabat kita, kita suruh bayar tebusan saja”
Dua Shahabat mulia yang begitu di cintai oleh Rasulullah SAW berseberangan pendapat. 

Singkat cerita Rasulullah SAW cenderung kepada pendapat Abu Bakar r.a. Dan kisah selanjutnya turunlah ayat cinta-Nya. Ayat cinta yang membuat Rasulullah SAW dan Abu Bakar r.a menangis tersedu.



Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. 
(QS. Al-Anfaal,8: 67-68)
“Kalau saja adzab Allah SWT itu turun, niscaya tidak ada yang selamat kecuali Umar”.
Begitu beliau SAW bersabda. Ah, di satu sisi aku merasa kalimat itu begitu indah . Kalimat yang keluar dari seorang pemimpin yang tersedu ketika pendapat yang tidak beliau ikuti dibenarkan Sang Maha Bijaksana.
Bagaimana dengan sikap Umar r.a? Al-Faruq turut tersedu. Ia takut menjadi 'ujub atas pendapatnya, selain itu ia mengetahui, teguran itu berlaku untuk seluruh kaum muslimin dimana mereka adalah satu badan yang ketika sebagian sakit maka bagian yang lain turut merasakan. Dan bukankah keputusan itu adalah hasil musyawarah yang juga melibatkan Umar r.a.
Ukhuwah yang indah.... :')

Mari sedikit menoleh ke episode hari ini. Belajar dari suri teladan sepanjang masa. Adakah beliau merasa paling benar pendapatnya hingga mengabaikan hasil musyawarah? Adakah beliau tak 'mengaku salah' atas apa yang diputuskannya? Dan bisakah posisi kita yang seorang 'bawahan' dapat menjadi seorang Umar r.a, turut tersedu dan merasakan sakit ketika anggota badan tegores luka atau justru malah menjadi 'ujub atas kebenaran pendapat kita? Ihdinashshiratal mustaqim Ya Allah... 
Wallahu'alam... 

Berbagai sumber:
http://yuntomuharram.wordpress.com/2013/06/08/adab-musyawarah/
http://reocities.com/CapitolHill/embassy/4083/tarbiyah/musyawarah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Badar

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri