review 9 tahun.....

Sejenak kembali ke masa 9 tahun silam…

Pagi itu semua masih terlihat biasa. Pukul 3 dini hari saat melaksanakan rutinitas harian. Asalkan anak-anaknya tetap bisa sekolah dan makan. Dapur beralas tanah, berdinding dan berjendela kayu. Untuk pagi yang biasa itu, maka semua akan terlihat seperti biasa.
Pukul 6 kurang. Saat berangkat menuju pasar membawa tumpukan jualan yang siap diedarkan. Berharap hari ini bisa laku keras.
Jum’at cerah. Namun sakit hari itu membuatku tidak berangkat sekolah dan terbangun saat mendengar suara teriakan nenek. Ada apa?
Maka jum’at itu berjalan cepat. Terjatuh di kamar mandi, lalu ia di papah ke kamar. Lesu. Lemas. Bisu. Wajah keriputnya. Tubuh ringkiknya. Senyumnya yang tetap hangat walau miring. Miris. Bahkan makanpun harus di suapi. Kaku. Sekilas aku mengintip di balik tirai kamar. Dia sedang disuapi bubur oleh mama yang meninggalkan jualan yang masih setengah di pasar. Sempat terlihat dia melirik dan tersenyum (senyum akhir) padaku. Segera saja ku tutup lagi dan duduk di luar.

Siapa tega melihatnya?
Tubuh ringkiknya yang suka menggendongku yang (sengaja) tertidur di depan TV dan di bawa ke kamar. Kini lumpuh tak bergerak.
Senyum hangatnya yang selalu menyambutku saat pulang bekerja. Kini bahkan untuk membuka mulut saja sulit.
Tangan kasarnya yang akan menggenggam erat. Kini terkulai tak bergerak. Lumpuh. Bisu. Diam. Kaku.

Ba’da Jum’at…
Kini ia hanya lemah di atas tempat tidur. Cemas. Bingung. Semua rasa tercampur.
Azan ashar berkumandang saat tangis itu terdengar perlahan dari kamar. Saat aku bersandar pada kursi di depan pintu kamar.
Cepat dan sejenak seperti angin yang lewat menyapu wajahku.
“Laa ila ha illallah,,,,”
Azan selesai dan tangis meledak. Sudah. Berakhir. Habis. Cepat.

Jum’at 26 Oktober 2001. 16.00
9 tahun yang lalu. 3 hari sebelum ulang tahunmu yang ke 51.
Tak ada lagi tubuh itu, wajah itu, senyum itu, gendongan itu, manja itu, pelukan itu, nasehat itu, genggaman tangan itu, juga hadiah ulang tahun yang selalu ia beri (karena hanya dia yang ingat!).

Maka aku tak lagi mencabuti rambut putihnya dan meminta upah. Aku tak lagi di gendong. Tak lagi di peluk. Tak lagi bermanja. Tak lagi diberi hadiah saat berulang tahun. Tak ada lagi yang menyetrika bajuku. Tak ada lagi yang bisa ku tunjukkan dengan bangga nilai-nilai raporku. Tak ada lagi yang menasehatiku tentang jangan pacaran. Masih kecil. Belajar. Masa yang lain bisa, kamu tidak?

Tubuh kaku. Terbujur. Pucat dan mulai membiru. Keriputnya yang khas. Senyum yang terlihat dari aura wajahnya. Maka Jum’at yang cepat itu diawali dengan pagi yang biasa dan sore yang tak akan ku lupa…
9 tahun. Bukan waktu yang lama namun banyak menyimpan cerita setelah kau pergi.
Andai kau ada disini ?

Rindu yang sesak. 26.10.2010

Comments

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri