Takut.

Denmark. Pic by Hujan Semesta
Aku takut menyebut namamu dalam doa.
Rasanya candala.
Takut jika aku patah.
Gumpalan-gumpalan perasaan itu selalu ku sebut sebagai kagum. Hanya kagum.
Pada sifat dan sikapmu. Juga cintamu pada-Nya.
Sementara itu, cintaku pada-Nya ku bangun tertatih.
Jatuh. Bangkit. Jatuh. Lalu bangkit lagi.

Aku selalu berharap kelak bersama dia yang dapat menopang cintaku pada-Nya.
Diakah kamu?
Aku tak pernah tau.
Belum saatku untuk tau.
Aku yakin bahwa ada dia yang tertulis namanya di lauh mahfudz-ku.
Seseorang yang tertakdir melengkapi sisa perjalanan duniaku,
dan membersamaiku di jannah-Nya kelak.

Diakah kamu?

Asaku ku luruh sebatas kagum.
Jika kelak tertakdir kita, akan ada pertemuan yang indah.
Aku percaya.
Jika dia bukanlah kamu,
semoga warna yang ku diamkan bukanlah pekat yang mengerubungi hati.
Bukan pula racun yang menenggelamkan cinta hakiki.

Biar aku lebih banyak belajar.
Menunggu adalah bagian dari pertemuan itu sendiri (Genap, Nazrul Anwar).
Dan aku sedang bersiap diri.

Comments

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri