Story of jilbab

6 tahun silam sy memutuskan berjilbab. Entah karena hidayah apa. Ingin saja. Padahal kondisi saat itu baju yang panjang hanya segelintir. Pas-pas-an.  Mungkin juga karena sy dikelilingi para jilbaber yang secara tidak langsung mempengaruhi cara sy berjilbab hingga kini. Grateful to have you ukhti.. uhibbukumfillah
Berjilbab itu keputusan. Buat sy keputusan yang agak mencengangkan. Hehe..

pandangan setiap orang tentang jilbab tentu berbeda. Sy hidup dalam lingkungan yang mengenakan jilbab untuk acara tertentu, pengajian atau melayat misalnya. Maka sy pun tak mengenal  jilbab sebagai suatu kewajiban saat itu. Ia hanya sekedar kain penutup kepala yang dipakai pada saat-saat tertentu saja.

Iya... berjilbab itu pilihan. Pilihan yang tak perlu menunggu kesiapan. Kita tak akan pernah siap jika tak memaksakan diri untuk siap. Jika nanti takut buka pasang, itu bukan karna ketidaksiapan, tapi karna kita tak belajar memaknai jilbab. Jika takut karena merasa belum cukup baik, itu bukan karena kita belum cukup baik, tapi karena kita takut memulai kebaikan. Jilbab adalah proses belajar. Tak menjadikan kita baik 100%, tapi jilbab mengajarkan kita menjadi baik. Tidak semua yang berjilbab itu baik, tapi jilbab adalah ciri ketaatan dan taat adalah salah satu bentuk kebaikan.

Jilbab tak menghalangi seorang muslimah menjalani aktifitas. Banyak yang takut jilbab menghalanginya menemukan rizki, pekerjaan, jodoh, dan tak dapat bergaul, menjadi pribadi tertutup. Maka sebenarnya kita bukan sedang takut dengan semua itu, tapi kita sedang memupuk ketidakpercayaan bahwa Allah yang memberikan rizki, jodoh, dan menetapkan semua dalam Lauh Mahfudz.

Ada perbandingan yang sering dijadikan alasan klasik untuk menunda berjilbab. Lebih baik tidak berjilbab tapi hatinya baik, daripada berjilbab tapi hatinya tidak baik. Buat sy terdengar seperti sebuah syarat mutlak, seperti berwudhu sebelum sholat, maka hatinya baik dulu baru boleh berjilbab. Kalau begitu maka logikanya akan menjadi gak ada yang boleh berjilbab, karena gak ada yang luput dr penyakit hati.

Berdasarkan pengalaman pribadi, berjilbab dipengaruhi 3 hal. Niat, lingkungan, dan proses.

Kalau ditanya ke sy dulu niatnya apa, dulu sy niatin pake jilbab karena sy gak mau kepang rambut 18 saat ospek. Haha. Niatkan jilbab sejak awal karena Allah.simpelnya, niatkan karena pengen lebih baik di mata Allah. Urusan niat itu sederhana. Jika diniatkan untuk urusan dunia, maka hanya dunia yang di dapat. Jika diniatkan untuk urusan akhirat, maka dunia dan akhirat akan menghampiri, in shaa Allah.

Kedua adalah lingkungan. Kembali ke pengalaman sy pribadi. Maka bayangkanlah niat yang sejak awal gak jelas itu berakhir bagaimana. Lingkungan lah yang mempengaruhi sy. Berhubung dulu sy ini pendiam dan anak rumahan*semoga kalian percaya :D* maka lingkungan sekitar rumah gak banyak mempengaruhi keputusan berjilbab sy. Sementara di dunia kampus sy bertemu dengan sahabat-sahabat yang semuanya berproses dalam jilbab. Jadilah sy sekarang. Mengenakan jilbab yang ‘beda’ dari lingkungan terdekat sy. Hingga tetangga pun sempat terheran. Sudah insaf? Menurut lo? *dalam hati tapi :D

Yang ketiga mengenai proses. Yang ini adalah domain diri sendiri. Input baik proses jelek dijamin output jelek. Input jelek proses baik output in shaa Allah baik. Itu rumus yg sy buat sendiri sih. Hehe. Sy gak tau masuk golongan yang mana, tapi yang pasti sy berada pd golongan yang niatnya gak jelas, yang penting nutup kepala ajah, gak mikir kelanjutan sesudahnya. Proses adalah belajar tanpa henti, jika memutuskan berjilbab dan selesai sampai di situ, maka kita gak akan move on, karena jilbab tidak menyentuh kesadaran kita untuk belajar. Kalo nanya lg ke saya? Heheu.. sy juga masih belajar, jauh dari kata baik mungkin. Proses belajar menuntut kesadaran. Utamanya yang sy rasakan adalah perubahan niat, niat yg semula asal nutup kepala, jadinya berniat pengen lebih baik di mata Allah, ceritanya jadi pengen jadi muslimah sholehah ;)

Maka bagi yang sudah memulai, teruslah belajar, jangan malu bertanya, dan jangan takut mendobrak perubahan. Jangan takut juga dikatakan sok alim, tapi buktikan kalau kita memang ingin lebih baik. Kalau kemudian banyak rintangan saat berjilbab, misalnya gak di ijinin orang tua, di anggap kalangan ekstirmis *plis deh*, dikeluarkan dr tempat kerja, diputusin pacar, dan seabrek kegalauan lain yang terbayang akan menghampiri, maka jawabannya adalah satu. Tidak dikatakan beriman kalau tidak diuji. Allah menguji untuk mengetahui sejauh mana niat yang sudah kita ikrarkan.

Bentuk ketaatan kita kepada Allah, adalah bakti termulia kepada orangtua. Menjadi berbeda bukanlah ekstrim, meski terkadang menjadi asing. Pupuklah yakin bahwa Allah yang Maha Kaya, yang memberikan rezeki, hatta cacing dalam tanah sekalipun, dan mengenai tak lagi punya kekasih, maka ingat saja. Wanita yang baik, untuk laki-laki yang baik, begitu pun sebaliknya. Ketika kita berproses menjadi baik, maka lelaki yang baik yang akan menjadi jodoh kita, seperti kata Afgan. Jodoh pasti bertemu... :D

Cukup sekian dulu catatannya. Sengaja kali ini agak panjang, semoga gak bosan dibaca. Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.


Ihdinashshiraatal mustaqiim. 

Comments

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri