"the profession"


Hari ini bertemu 5 orang. Dengan “profesi” sama, namun salah satu dari mereka punya perawakan dan “gaya” yang berbeda dari 4 lainnya. 

Pria? Wanita? Entahlah. Aku bahkan tak begitu jelas. Mungkin pria, karena gaya rambutnya yang pendek, atau mungkin wanita karena aura wajahnya menunjukkan dia adalah wanita. Dia sengaja duduk diatas trotoar jalan tempat berlalu lalang sekian banyak orang yang ingin menuju Amplaz (Ambon Plaza –red). Dihadapannya terbujur melintang sebuah tongkat kayu, ya! Tongkat kayu untuk menopang tubuhnya. Dengan segera mataku menoleh ke kakinya, mungkin merasa sadar aku perhatikan si pria/wanita mengelus kaki kirinya yang menurutku tak sedang menampakkan sakit. Membuatku tersadar, ya! Tongkat itu memang untuk kakinya. Perlahan rintik hujan. Si yang punya tongkat mengembangkan payung yang memang sudah tersedia didekatnya. Lalu melanjutkan lagi kegiatannya. Menunggu. Seolah tak perduli dengan cuaca hari ini. Mendung. Hujan. Aku beralih menuju satu-satunya mall dikotaku (walau tak tampak seperti mall sama sekali)
Berapa lama ia akan disitu? Jika hujan semakin besar, bagaimana? Sejak jam berapa dia disitu? Dari subuhkah? Tak bosankah ia menunggu? Mengapa tak melakukan hal yang lain saja? Tak adakah hal menarik yang dapat ia lakukan? Ataukah “menikmati” lalu lalang orang itu memang menyenangkan? Aku tak pernah punya jawabannya.

Pernah ku dengar sebuah cerita tentang seorang ibu yang menyekolahkan anaknya hingga sukses dari hasil mengemis. Buatku kisah yang luar biasa. Mengetahui begitu besar pengorbanan seorang ibu demi anak-anaknya. Anak-anak. Inilah 4 orang lainnya.

Pertama, ketika aku turun dari angkot. Kedua, ketika aku baru saja masuk ke amplaz. Ketiga dan keempat, ketika aku selesai makan di KFC. Umur mereka berkisa 9-12 tahun. Pakaian lusuh (tentu saja) dan lebih proaktif atau lebih tepatnya sedikit memaksa. Aku heran sendiri kenapa hari ini bertemu mereka? Tak biasanya sebanyak itu, atau bahkan tak bertemu sama sekali. Mereka masih terlalu kanak-kanak untuk punya “profesi” seperti itu. Ah! Bahkan buatku orang dewasa pun tak semestinya. Apa mereka tak sekolah? Tak belajar atau pergi bermain saja, menikmati dunia kanak-kanak meraka? Dimana mereka tinggal? Dimana orang tua mereka? Apa orang tua mereka tak tau yang anak-anaknya lakukan? Atau seperti kisah yang sudah-sudah, justru orang tua merekalah yang punya hajatan!!

Tentu tak ada yang salah dengan “profesi” itu, namun buatku terasa salah jika “profesi” itu jadi satu-satunya pilihan paling “aman” sementara yang bersangkutan tak mencoba pilihan lain untuk sekedar bertahan hidup.

Sekali lagi, aku tak pernah punya jawaban atas pertanyaanku. Yang aku tau, aku tak ingin melihat keluargaku, orang-orang yang ku sayang menjadi seperti itu. Bukan mengucilkan, tapi buatku tak seharusnya ada "profesi" macam itu, jika setiap pribadi menyadari pada rizki mereka ada hak yang harus dikembalikan. Hak mereka yang ada disekelilingmu..

Semoga ada kehidupan yang lebih baik…
September 30, 2011

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Friend Love Ship ~ Ifa Avianty

Senja Bersama Rosie ~ Darwis Darwis

Ferry Spot ~ KMP Tenggiri